Rabu, 31 Desember 2014

Mengenal Plasmid dan Transformasinya

Plasmid adalah DNA ekstrakromosomal yang dapat bereplikasi secara autonom dan bisa ditemukan pada sel hidup. Di dalam satu sel, dapat ditemukan lebih dari satu plasmid dengan ukuran yang sangat bervariasi namun semua plasmid tidak mengkodekan fungsi yang penting untuk pertumbuhan sel tersebut. Umumnya, plasmid mengkodekan gen-gen yang diperlukan agar dapat bertahan pada keadaan yang kurang menguntungkan sehingga bila lingkungan kembali normal, DNA plasmid dapat dibuang.
Sebagian besar plasmid memiliki struktur sirkuler, namun ada juga plasmid linear yang dapat ditemukan pada mikroorganisme tertentu, seperti Borrelia burgdorferi dan Streptomyces. Plasmid ditemukan dalam bentuk DNA utas ganda yang sebagian besar tersusun menjadi superkoil atau kumparan terpilin. Struktur superkoil terjadi karena enzim topoisomerase membuat sebagian DNA utas ganda lepas (tidak terikat) selama replikasi plasmid berlangsung. Struktur superkoil akan menyebabkan DNA plasmid berada dalam konformasi yang disebut lingkaran tertutup kovalen atau covalently closed circular (ccc), namun apabila kedua utas DNA terlepas maka akan plasmid akan kembali dalam keadaan normal (tidak terpilin) dan konformasi tersebut disebut sebagai open circuler (oc)                 
Plasmid memiliki sifat-sifat antara lain sebagai berikut.
  • Merupakan molekul DNA yang mengandung gen tertentu; ukurannya kira-kira 1/1.000 kali kromosom (DNA) bakteri.
  • Dapat memperbanyak diri melalui proses replikasi. Dengan demikian terjadi aan DNA yang menghasilkan plasmid dalam jumláh banyak. Satu sel dapat berisi banyak plasmid.
  • Plasmid dapat dipindahkan ke sel bakteri lain. Perpindahan plasmid dapat dipercepat dengan memberi ion CsC1 (sesium kiorida). Dengan demikian, plasmid dapat dikeluarkan atau dimasukkan ke dalam sel bakteri atau ragi.
  • Sifat plasmid pada keturunan bakteri sama dengan induknya, karena plasmid tidak terikat dengan kromosom inti.



Plasmid biasanya digunakan sebagai vektor untuk kloning. Plasmid juga dapat dipindahkan antar sel bakteri dengan cara konjugasi atau transformasi. Plasmid mulai digunakan sebagai vektor untuk mengklon gen tidak lama setelah David Jackson, Robert Simon dan Paul Berg berhasil membuat molekul DNA rekombinan itu pada tahun 1972. Dalam hal ini, plasmid digunakan sebagai pembawa fragmen DNA asing. Dengan kata lain, plasmid dikombinasikan dengan DNA asing. Plasmid rekombinan yang pertama kali berhasil bereplikasi di dalam sel bakteri adalah plasmid pSC101 yang telah dikonstruksi oleh Stanley Cohen dan Herbert Boyer (SC=Stanley Cohen).
Penamaan plasmid biasanya diawali dengan “p” diikuti oleh serangkaian kode yang menunjukkan identitas plasmid tersebut. Contoh plasmid yang umum digunakan sebagai vektor adalah pUC118, pUC119, pBR322. Plasmid-plasmid ini masing-masing membawa gen penanda resistensi terhadap antibiotik yang dapat digunakan sebagai dasar dalam seleksi koloni yang membawa plasmid dan yang tidak. Beberapa plasmid memiliki MCS (Multiple Cloning Site) pada gen lacZ yang menyandikan enzim β-galactosidase, sehingga memungkinkan melakukan seleksi biru putih. Jika vektor tersebut telah membawa gen tertentu, di belakang nama plasmid juga disertakan keterangan mengenai gen yang dibawanya (contoh: pAP01 (amyH), berarti plasmid hasil konstruksi ini mengandung gen amyH).
Metode lisis alkali atau sentrifugasi dalam gradien CsCl adalah suatu yang digunakan untuk mengisolasi DNA plasmid dari keseluruhan genom yang dimiliki oleh bakteri. Kedua metode ini akan memisahkan DNA plasmid dari DNA kromosom berdasarkan kerapatannya. Pada metode lisis alkali, sel bakteri dilisis dalam suasana alkali sehingga dsDNA akan terdenaturasi menjadi ssDNA. Setelah dinetralkan, DNA plasmid yang berukuran lebih kecil dibandingkan DNA kromosom akan lebih cepat mengalami renaturasi. Selanjutnya dengan sentrifugasi keduanya dapat dipisahkan. Metode ini dapat menghasilkan plasmid dengan kemurnian yang tinggi.
Metode untuk mendapatkan plasmid kemurnian yang tinggi, sekarang ini telah banyak dikembangkan suatu kit untuk isolasi plasmid. Dibandingkan dengan metode lisis alkali konvensional, dengan menggunakan kit, pekerjaan menjadi lebih cepat dan mudah. biasanya cara semacam ini menggunakan agen pengikat DNA dalam bentuk beads atau spin column yang akan mengikat DNA dengan kuat sehingga pengotor lainnya dapat dihilangkan saat pencucian. Setelah itu, DNA dapat diperoleh kembali dengan menambahkan suatu larutan yang dapat melepaskan ikatan antara DNA dengan agen tersebut (proses elusi).
     
 PLASMID REKOMBINAN
Teknik Rekayasa genetika adalah teknik memodifikasi gen-gen spesifik untuk tujuan tertentu dan memindahkannya diantara organisme yang berbeda. Rekayasa genetika ditujukan untuk membuat produk yang bermanfaat. Dengan menggunakan teknologi DNA, para ahli menyisipkan gen dengan sifat yang diinginkan ke dalam molekul DNA sehingga dihasilkan DNA rekombinan.
Bakteri paling umum digunakan untuk memperbanyak gen, karena di dalam sel bakteri terdapat suatu DNA sirkuler yang dikenal dengan plasmid. Plasmid mudah diisolasi dari sel bakteri. Plasmid dapat disisipi oleh gen dengan sifat tertentu sehingga menjadi plasmid rekombinan. Plasmid rekombinan dimasukkan kembali ke dalam sel bakteri, sehingga memperbanyak gen yang kita kehendaki.
Plasmid pBR322 dan pUC8 merupakan contoh plasmid yang digunakan sebagai vektor kloning. Agar dapat digunakan sebagai vektor kloning, plasmid harus memenuhi syarat-syarat berikut ini:
  1. Mempunyai ukuran relatif kecil bila dibandingkan dengan pori dinding sel inang sehingga dapat dengan mudah melintasinya,
  2. Mempunyai sekurang-kurangnya dua gen marker yang dapat menandai masuk tidaknya plasmid ke dalam sel inang,
  3. Mempunyai tempat pengenalan restriksi sekurang-kurangnya di dalam salah satu marker yang dapat digunakan sebagai tempat penyisipan fragmen DNA, dan
  4. Mempunyai titik awal replikasi (ori) sehingga dapat melakukan replikasi di dalam sel inang.
Plasmid pBR322 mengandung gen penyandi resistensi terhadap ampisilin dan tetrasiklin. Adanya gen resistensi terhadap antibiotik yang di dalamnya mengandung situs enzim restriksi yang akan memudahan dalam menyeleksi plasmid rekombinan, dengan adanya enzim yang hanya memotong bagian gen yang resisten terhadap antibiotik. Misalnya, enzim BamHI yang akan memotong plasmid pBR322 pada bagian gen yang resistensi terhadap tetrasiklin (gen TetR). Proses pemotongan plasmid bukanlah sesuatu yang mudah.

Ada dua kemungkinan setelah pemotongan, yaitu:
a.         Plasmid pBR322 yang tersambung kembali membentuk lingkaran seperti semula, dan
b.        Plasmid rekombinan yaitu plasmid pBR322 yang telah disisipi dengan DNA asing.

Plasmid pBR322 yang telah kehilangan bagian yang resistensi terhadap tetrasiklin kemudian disisipi dengan fragmen dari DNA asing. Plasmid pBR322 ini kemudian dimasukkan ke dalam sel inangnya yaitu E. coli. Pengujian lebih lanjut apakah plasmid ini telah tersisipi oleh fragmen DNA asing atau tidak adalah dengan menbedahkannya pada medium ampisilin, untuk kemudian memplatingnya ke dalam medium tetrasiklin dan ampisilin. Koloni E. coli yang telah kehilangan marker tetrasiklin akan sensitif tetrasiklin, sedangkan pada medium ampisilin, koloni ini tetap tumbuh karena masih resistensi ampisilin.

Plasmid pUC118 dan pUC119 adalah plasmid lain yang telah lama digunakan sebagai vektor untuk mengklon gen. Plasmid tersebut merupakan pengembangan dari pBR322. Plasmid pUC118 dan pUC119 mengandung gen lacZ yang menyandikan enzim β-galaktosidase. Pada lacZ terdapat daerah yang disebut daerah polikloning. Pada daerah ini terdapat banyak situs restriksi dari berbagai enzim restriksi. Dalam hal ini, kita dapat menggunakan berbagai enzim restriksi untuk memotong pUC118 dan pUC119 pada bagian lacZ. Bila gen lacZ disisipi oleh DNA asing maka gen lacZ tersebut tidak berfungsi (tidak menghasilkan β-galaktosidase). Bila kita menggunakan pUC118 atau pUC119 sebagai vektor, maka koloni yang membawa plasmid rekombinan dapat dideteksi dengan menggunakan Xgal (5-bromo-4-chloro-indolyl-β-D-galactosida). Enzim β-galaktosidase akan memecah Xgal menjadi galaktosa dan 5-bromo-4-chloroindigo yang berwarna biru. Koloni bakteri akan berwarna putih bila pUC118 atau pUC119 telah disisipi DNA asing pada bagian lacZ. Dalam hal ini sel bakteri tidak menghasilkan enzim β-galaktosidase karena gen lacZ. Gen lacZ tidak berfungsi karena disisipi oleh DNA asing.
Dari beberapa perangkat seperti enzim restriksi, enzim DNA ligase dan plasmid telah memungkinkan bagi kita untuk mengklonkan gen atau fragmen DNA. Kita dapat membuat plasmid rekombinan di dalam tabung reaksi. Bila dikombinasikan dengan salah satu cara bakteri memindahkan DNA yaitu transformasi, kita dapat memasukkan plasmid rekombinan tersebut ke dalam sel bakteri.


TRANSFORMASI PLASMID REKOMBINAN
Transformasi plasmid rekombinan  merupakan salah satu metode untuk memasukkan  plasmid rekombinan ke dalam sel bakteri atau penyisipan materi genetik eksternal yang berupa fragmen DNA, baik DNA kromosom maupun DNA plasmid ke dalam sel. Transformasi bakteri mula-mula diperkenalkan oleh Frederick Griffith pada tahun 1982, berdasarkan kenyataan bahwa suatu bakteri dapat melepaskan fragmen DNA-nya ke dalam suatu medium yang kemudian akan masuk ke dalam sel bakteri yang lain dalam kultur tersebut. Di alam, fragmen DNA tersebut biasanya dilepaskan oleh sel bakteri yang mati atau mengalami autolisis. Namun, terdapat sel lain yang ternyata memang melepaskan fragmen DNA pada saat pertumbuhan karena adanya gen tra. Metode ini sekarang secara luas dipakai untuk mentransfer plasmid kecil dari satu galur bakteri ke galur lainnya (Hanahan  1983). Prinsip dari transformasi adalah dengan ekstraksi DNA dari sel donor, kemudian dicampur dengan sel resipien yang telah dibuat rentan terhadap masuknya molekul DNA melalui pori atau saluran dalam dinding dan membran sel (Cowell & Austin 1997).
Pada dasarnya dinding sel berfungsi melindungi sel dari masuknya benda-benda asing termasuk DNA, tapi dalam kondisi tertentu, dinding sel ini bisa memiliki semacam celah yang bisa dimasuki DNA. Sebetulnya ada lebih dari 1% spesies bakteri mampu melakukan transformasi secara alami. Dimana mereka memproduksi protein-protein tertentu yang dapat membawa DNA menyeberangi dinding sel. Sedangkan di laboratorium, kita dapat membuat suatu bakteri menjadi kompeten (istilah untuk bakteri yang siap bertransformasi), misalnya dengan mendinginkannya pada larutan yang mengandung kation divalen seperti Ca2+ untuk membuat dinding sel menjadi permeable dan dapat dilalui oleh DNA plasmid. Dengan melakukan teknik heat-shock mendinginkan, memanaskan dan mendinginkan kembali bakteri, maka DNA dapat masuk ke dalam sel. Teknik ini ditemukan oleh trio peneliti Stanley Cohen, Annie Chang, Leslie Hsu pada tahun 1972.

Metode yang digunakan dalam transformasi plasmid DNA, antara lain;
1.      Metode Elektroporasi
Elektroporasi merupakan metode yang menggunakan kejutan listrik untuk memperbesar pori-pori membran sel sehingga dapat meningkatkan permeabilitas membran. Untuk melakukan metode ini, sel harus terlebih dahulu ditumbuhkan pada media hingga mencapai masa di sekitar pertengahan fase log. Lalu sinyal elektrik akan menginduksi perbesaran pori-pori membran sehingga molekul yang berukuran kecil seperti DNA dapat masuk. Efisiensi dari metode ini berbanding terbalik dengan peningkatan ukuran plasmid. Jadi metode transformasi adalah metode yang paling efisien. Metode ini juga dapat digunakan untuk mentransformasikan DNA ke dalam bakteri gram negatif dan positif lainnya (tidak hanya E. coli).
Untuk transformasi metode elektroporasi, biasanya sebagai berikut:
a.   Set micropulser 2,5 kV, 25 mF, 200-400 ohms. Untuk sel mamalia dan sel protoplast membutuhkan 0,5-8 kV/cm, sedangkan untuk E. coli sekitar 12,5 kV/cm.
b.  Masukkan 5 pg – 500 mg DNA (dalam 1-2 mL) ke eppendorf tube yang berisi sel kompeten yang sudah disiapkan sebelumnya, baik dengan metode ini maupun metode ini. Campur dengan cara memipet secara lembut, jangan sampai ada gelembung udara.
c.     Pindahkan DNA dan sel kompeten di atas ke dalam cuvette yang sudah didinginkan di bak es selama 5 menit, ketuk-ketuk perlahan agar campuran tersebut sampai ke dasar cuvette, lalu keringkan dinding luar cuvette dengan Kimwipe (sampai kering betul). JIka tidak ada Kimwipe boleh menggunakan tissue yang benar-benar halus.
d.      Letakkan cuvette ke dalam sumurnya.
e.       Tekan tombol pulse 5-10 detik (pada beberapa alat sampai terdengar bunyi “beep”).
f.   Ambil cuvette dan segera masukkan 1 mL medium SOC dengan menggunakan pipet Pasteur, lalu segera pindahkan semuanya ke dalam 15 ml-PP tube. Inkubasi selama 30-60 menit (jangan sampai lebih dari 90 menit) di incubator shaker (250 rpm) 37 derajat Celcius.
g.      Sebarkan ke petri agar LB yang mengandung antibiotik yang sesuai.

                   
2.      Metode CaCl2
Transformasi sel kompeten E. coli dengan metode CaCl2 pertama kali diperkenalkan oleh Mandel dan Higa (1970). Metode ini cukup efisien dan tidak membutuhkan alat khusus. Dagert dan Ehrlich (1974) memodifikasi metode ini dengan meningkatkan lama paparan sel terhadap CaCl2. Kushner (1978) berusaha meningkatkan efisiensinya dengan menggantikan kalsium dengan kation lainnya. Sedangkan Hanahan (1983) menambahkan beberapa senyawa lain untuk meningkatkan efisiensinya. Di bawah adalah urutan dasar yang relatif tidak rumit :
  1. Siapkan 10 mg DNA yang akan ditransformasikan (volume DNA 0,01-0,025 mL). Masukkan ke dalam 15 mL round-bottom test tube. Letakkan di bak yang berisi es.
  2. Ambil sel kompeten yang sudah dipersiapkan, cairkan dengan cara dihangatkan dengan tangan, lalu ambil 0,1 mL sel kompeten dan segera masukkan ke dalam tube berisi DNA di atas. Goyang-goyang tabung agar DNA dan sel kompeten tercampur rata, lalu letakkan di bak yang berisi es selama 10 menit. Buang sisa sel kompeten yang tidak terpakai.
  3.  Berikan kejutan panas dengan menempatkan tube berisi DNA dan sel kompeten tersebut ke dalam inkubator air 42 derajat Celcius selama 2 menit atau masukkan ke dalam inkubator 37 derajat Celcius selama 5 menit.
  4. Tambahkan ke dalam tube tersebut 1 mL medium LB. Inkubasi di incubator shaker (250 rpm) 37 derajat Celcius selama 1 jam.
  5. Sebarkan ke petri agar LB yang mengandung antibiotik yang sesuai. Inkubasi 37 derajat Celcius selama 12-16 jam.
 
3.      Metode Kalsium – Fosfat
Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Wigler dkk (Wigler et al, 1979) dan disempurnakan oleh Chen-Okayama (Chen and Okayama, 1987). Kelebihan dari metode ini adalah relatif murah dan mempunyai transformasi efisiensi yang cukup tinggi, baik untuk transfeksi transien maupun transfeksi stabil. Berikut adalah metode yang dipublikasikan oleh Chen dan Okayama, untuk transfeksi menggunakan petri yang berdiameter 35 mm :
a.    Siapkan larutan 2xBBS (50 mM N,N-bis(2-hydroxyethyl)-2-aminoethane sulfonic acid (BES), 280 mM NaCl, dan 1,5 mM Na2HPO4). Ukur pHnya dengan pH meter pada suhu kamar (250C), dan buat serial larutan 2xBBS ber-pH 6,85 sampai 7,0 lalu sterilkan (dapat dengan fitrasi maupun dengan menggunakan autoclave). Untuk merubah pH dapat menggunakan larutan HCl atau NaOH. Setelah itu siapkan larutan 2,5 M CaCl2, sterilisasi dengan filtrasi.
b.    Tentukan pH optimum larutan 2xBBS untuk transfeksi. Kita bisa gunakan plasmid yang mengekspresikan b-galaktosidase atau lusiferase, atau protein/enzim lainnya yang dapat diukur secara kuantitatif. Prosedur untuk melakukan transfeksi metode Kalsium-Fosfat menurut Chen dan Okayama:
·   Siapkan sel yang akan ditransfeksi. Jika sel yang akan ditransfeksi bersifat adhesif (melekat pada dinding petri), siapkan sel tersebut 12-18 jam sebelum transfeksi. Jika sel yang akan ditransfeksi tidak bersifat adhesif, kita siapkan sel tersebut saat menjelang transfeksi. Untuk petri 35 mm, kita bisa siapkan 2 x 105 – 1 x 106 sel per petri (disesuaikan dengan ukuran sel). Sebaiknya menggunakan medium yang mengandung serum tapi tidak mengandung antibiotik.
·  Siapkan plasmid dengan konsentrasi 1 mg per 75 mL, gunakan eppendorf tube. Sebaiknya plasmid yang akan ditransfeksikan tersebut dilarutkan dalam mEq.
·     Tambahkan ke dalam no 2 di atas 8,3 mL larutan 2,5 M CaCl2 yang sudah disterilisasi, vortex selama 5-10 detik, biarkan dalam suhu kamar selama 5 menit.
·   Tambahkan 83,3 mL larutan 2xBBS pH X, vortex selama 5-10 detik, biarkan dalam suhu kamar selama 15 menit.
·    Teteskan seluruhnya (166,6 mL) secara hati-hati di atas sel yang sudah kita siapkan. Goyang atau miringkan petri ke kiri dan ke kanan beberapa kali, lalu masukkan kembali ke inkubator. Anda bisa masukkan ke inkubator 3% CO2 dulu selama beberapa jam lalu pindahkan ke inkubator 5% CO2 (direkomendasikan) atau langsung dimasukkan ke inkubator 5% CO2.
·      Setelah beberapa jam, panen sel, dan ukur aktifitas b-galaktosidase atau lusiferasenya.
·    Setelah diketahui larutan 2xBBS yang ber-pH berapa yang paling tinggi efisiensinya, gunakanlah larutan 2xBBS yang ber-pH tersebut untuk transfeksi selanjutnya. Larutan 2xBBS dapat disimpan di dalam kulkas 40C.

 PRINSIP TEKNOLOGI TRANSFORMASI PLASMID REKOMBINANM

                        Metode mendapatkan gen
DNA memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga untuk mendapatkannya diperlukan metode khusus. Caranya adalah menggunakan enzim pemotong atau enzim restriksi
Enzim pemotong dan penyambungan
Enzim pemotong atau enzim restriksi secara umum dikenal dengan enzim restriksi endonuklease berfungsi untung memotong-motong benang DNA yang panjang menjadi pendek agar dapat disambung-sambungkan kembali. Enzim pemotong secara alami dimiliki oleh sel untuk memotong DNA di dalam sel. Setiap enzim bekerja secara khusus, artinya setiap enzim hanya dapat memotong urutan basa tertentu pada DNA. Hasil pemotongan oleh enzim retriksi adalah berupa sepenggal DNA berujung runcing yang komplemen yang dikenal sebagai DNA ujung runcing (stiky end).
Selain enzim restriksi endonuklease, terdapat pula enzim Ligase yang berfungsi menyambungkan DNA. Enzim ligase DNA mengkatalisis ikatan fosfodiester antara dua rantai DNA. Ligase DNA tidak dapat menyambungkan DNA untai tunggal, melainkan harus DNA rangkap.
                             Pembawa gen atau vektor
Mengingat ukuran gen sangat kecil, maka memasukkan gen ke dalam sel target harus menggunakan pembawa gen atau vektor. Vektor itu bertugas sebagai “kendaraan” bagi gen untuk mengangkut gen masuk ke dalam sel target. Kendaraan yang dikenal dengan nama vector digunakan sebagai alat untuk memindahkan gen (sepotong molekul DNA) dari satu organisme ke organisme hidup lain. Adapun gen yang bisa dipindahkan dapat berasal dari molekul DNA manusia, hewan, tumbuhan dan semua organisme hidup lainnya.
Plasmid dapat digunakan sebagai “kendaraan” bagi gen untuk mengangkut gen masuk ke dalam sel target karena secara alami dapat keluar masuk sel. Plasmid tersebut dapat disambung dengan gen terlebih dahulu sehingga terbentuk DNA hasil sambungan yang disebut sebagai chimera atau DNA rekombinan. Selanjutnya, chimera dimasukkan ke dalam sel target yaitu ke sel bakteri. Sel target akan mendapatkan sifat baru sesuai dengan gen yang diterimanya.
Chimera berupa DNA yang akan mengadakan replikasi di dalam sel inangnya sehingga dapat berjumlah banyak. Dengan demikian berlangsunglah proses pengklonaan DNA. Ketika chiimera melakukan replikasi, gen yang dibawanya akan ikut tereplikasi sehingga terjadilah pengklonaan gen.
4                            Sel Target
Sel bakteri Escherichia coli biasa digunakan dalam rekombinasi DNA karena beberapa alasannya, antara lain a) E. coli mudah diperoleh dan mudah dipelihara, b) tidak mengandung gen yang membahayakan (tidak ganas), c) dapat membelah diri setiap 20 menit sekali sehingga dapat diperoleh keturunan dalam jumlah besar dalam waktu singkat.

 CARA GEN DITRANSFORMASI
Transformasi bertujuan mengekspresikan suatu gen tertentu di dalam sel inang. Fragmen DNA/insert dapat masuk ke dalam sel inang apabila dibuat DNA plasmid terlebih dahulu dengan menyisipkannya pada suatu DNA vektor. 
DNA asing akan dipotong-potong oleh enzim yang disebut ‘Restriction Endonuclease‘/enzim restriksi. DNA bakteri sendiri terlindungi dengan mekanisme tertentu (metilasi) sehingga akan terhindar dari pemotongan.
Enzim restriksi (endonuklease) adalah enzim yang berasal dari bakteri yang mampu memotong DNA double strain. Istilah enzim restriksi berasal dari kenyataan bahwa enzim ini merupakan produk dari satu straind bakteri yang membatasi pertumbuhan berikutnya dari bakteri lain tertentu pada medium yang sama Dalam sel bakteri, enzim ini berfungsi sebagai perlindungan diri dengan cara memotong DNA asing pada sisi pemotongan tertentu. Endonuklease dapat mengenal urutan (sekuen) nukleutida pendek, antara 4-8 nukleutida, yang sering dikenal sebagai restriction site atau sisi pemotongan atau situs pemotongan yang spesifik dan berbeda-beda.. Telah diketahui kira-kira 200 enzim restriksi dan masing-masing enzim restriksi memotong DNA rantai ganda pada urutan spesifik dari 4 atau 6 basa. EcoRl merupakan salah satu enzim restriksi yang memotong DNA rantai ganda dimana urutan basa-basanya adalah guanin, adenin ,adenin, timin, timin, dan sitosin .
5’-G A A T T C-3’
          ........
          ........
3-’C T T A A G-5’

Baik di utas atas maupun bawah memiliki sekuen yang sama maka di sekuen palindrom itulah enzim restriksi akan bekerja. Setiap enzim restriksi hanya dapat memotong pada susunan palindrom tertentu. Misalnya enzim EcoRI akan bekerja jika menemukan urutan GAATTC, enzim SmaI pada urutan CCCGGG, enzim AluI pada urutan AGCT, dan seterusnya. Oleh karena EcoRl memotong setiap DNA hanya pada urutan yang benar, maka DNA yang berasal dari sumbersumber yang jelas berbeda dapat dipotong dan disambung bersama berdasarkan adanya ekor-ekor rantai tunggal yang komplementer yang disebut ujung staggered. Pemotongan yang sempurna dari DNA total dengan enzim ini akan memotong DNA tadi apabila terdapat urutan GAATTC dan apabila setiap plasmid mempunyai DNA identik, maka DNA total akan selalu dipotong oleh EcoRl menjadi fragmen-fragman yang sangat banyak yang tepat sama.
Pemotongan DNA tidak dapat dilakukan secara sembarangan, masing-masing enzim memiliki titik pemotongan tertentu. Misalnya BamHI yang mengenali situs GGATCC akan memotong pada posisi antara dua G membentuk fragmen yang ujungnya ada yang tidak berpasangan (sticky ends).
               5'-G       GATCC-3'
               :                  :
               3'-CCTAG       G-5'
Sedangkan enzim PovII yang mengenali situs CAGCTG akan memotong di tengah situs pemotongan membentuk fragment yang semua ujungnya berpasangan (blunt ends):
               5'-GGA    TCC-3'
                 :::    :::
               3'-CCT    AGG-5'
DNA ligase merupakan enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara ujung 5-fosfat dan 3-hidroksil pada DNA yang mengalami nick. Nick pada DNA dapat terjadi pada saat replikasi DNA, rekombinasi dan kerusakan. Secara biologis, DNA ligase diperlukan untuk  menyambung potongan-potongan DNA yang baru disintesis, serta berperan dalam proses reparasi DNA.  Oleh karena pentingnya peranan DNA ligase, sekarang ini telah dikembangkan obat antibakterial yang menginhibisi DNA ligase. Dengan diinhibisinya DNA ligase, diharapkan kromosom menjadi terdegradasi dan sel akan mati. DNA ligase merupakan enzim yang sangat berguna baik di dalam sel, maupun di luar sel. Untuk penggunaan di luar sel, penggabungan dengan enzim restriksi telah membuat terobosan baru di bidang teknologi DNA rekombinan. Enzim restriksi diibaratkan seperti gunting yang memungkinkan kita untuk memotong DNA di tempat yang spesifik. Kemudian DNA ligase berperan sebagai lem yang menyambung DNA yang telah terpotong sehingga menjadi DNA yang fungsional.
DNA ligase dapat digolongkan menjadi 2 jenis berdasarkan kofaktor yang diperlukan, yaitu NAD+ atau ATP. DNA ligase NAD+-dependent ditemukan hanya di bakteri. Sementara itu, DNA ligase ATP-dependent ditemukan di bakteriofage, eubacteria, archaea, dan virus. Walaupun kedua jenis enzim ini memerlukan kofaktor yang berbeda, keduanya memiliki mekanisme katalitik yang sama. DNA ligase ATP-dependent yang umum adalah T4 DNA ligase dan T7 DNA ligase.
T4 DNA ligase berasal dari T4 bakteriofage. Enzim ini akan meligasi fragmen DNA yang menggantung, memiliki ujung kohesif maupun ujung tumpul.Untuk meligasi fragmen DNA yang memiliki ujung tumpul, diperlukan konsentrasi enzim yang lebih besar. Proses ligasi DNA T4 memerlukan larutan penyangga yang mengandung ATP dengan konsentrasi 0.25-1 mM. Proses ini dapat berlangsung pada kisaran suhu yang luas, namun untuk beberapa kasus, proses ligasi dilakukan pada suhu tertentu. Seperti pada saat menginginkan efisiensi yang tinggi dalam ligasi (contohnya membuat pustaka genom) suhu yang disarankan adalah 16 °C. Sementara itu, jika ligasi bertujuan untuk subcloning, ligasi dapat dilakukan pada suhu 4 °C semalaman, atau pada suhu ruang selama 30 menit hingga beberapa jam.
T7 DNA ligase merupakan DNA ligase dengan ukuran terkecil, yaitu sebesar 41 kDa. DNA ligase ini berasal dari bakteriofage T7, mempunyai struktur yang terdiri dari dua domain dengan sisi aktif ATP yang terbentuk oleh ujung-N domain yang lebih besar.
Mekanisme DNA ligase dimulai dari hidrolisis kofaktor, yaitu NAD+ atau ATP. Peristiwa ini menghasilkan kompleks enzim-adenylate AMP yang berikatan kovalen dengan grup α-amino residu lysin pada sisi aktif dengan melepaskan pyrofosfat inorganik (PPi), jika kofaktor berupa ATP; atau nicotinamide mononucleotide (NMN), jika kofaktor berupa NAD+. Kemudian sebagian AMP akan berpindah dari sisi aktif lysin ke ujung bebas 5-fosfat yang berada pada nick utas DNA. Pada akhirnya, iktan fosfodiester akan terbentuk antara ujung 3-OH yang berada di ujung nick dengan 5-fosfat dan melepaskan AMP dan enzim adenylate.
Menyambungkan utas-utas DNA hasil pemotongan enzim restriksi harus saling komplemen agar dapat menempel dengan baik. Ujung overhang  pada utas sense akan berpasangan dengan ujung overhang utas antisense. Setelah itu DNA Ligase tinggal membentuk ikatan phosphodiester sehingga kedua utas kini sudah menjadi satu dengan ikatan yang sangat kuat. Mekanisme ini cenderung lebih mudah karena kedua ujung overhang dapat menempel lebih dulu karena memiliki sekuen yang saling komplemen.
Menyambungkan utas-utas DNA yang memiliki ujung blunt hasil pemotongan enzim restriksi DNA lebih sulit untuk ‘dilem’ dengan enzim DNA Ligase karena tidak ada ujung overhang yang membantu kedua utas untuk saling menempel terlebih dulu sebelum ‘dilem’.

 SELEKSI BIRU-PUTIH (BLUE WHITE SELECTION)
Prinsip dari transformasi adalah dengan ekstraksi DNA dari sel donor, kemudian dicampur dengan sel resipien yang telah dibuat rentanterhadap masuknya molekul DNA melalui pori atau saluran dalam dinding dan membran sel (Cowell & Austin 1997).
Proses transformasi bakteri diawali dengan pembuatan sel kompeten. Pencampuran sel kompeten dan DNA insert diinkubasi bersama dengan larutan kalsium klorida (CaCl2) yang terdapat pada TFB, fungsi larutan ini adalah megganggu keseimbangan kalsium dalam membran sehingga membran berhasil terbuka dan DNA insert dapat masuk. Cara kerja larutan ini adalah membantu terbukanya protein integral sebagai kanal ion. Proses selanjutnya yaitu dikejutpanaskan (heat shock) pada suhu 42°C selama 45 detik dengan maksud membran sel akan tertutup kembali karena terjadi perubahan suhu yang mendadak dari suhu rendah ke suhu tinggi. Proses pengerjaan transformasi dapat dilakukan di dalam laminar ataupun di luar laminar. Perbedaannya hanya pada kesterilan kerja dan resiko kontaminasi pada pekerjaan di luar laminar.
Tahap selanjutnya dalam transformasi gen adalah seleksi bakteri tertransformasi. Tahap seleksi bertujuan untuk mengetahui mana E. coli yang mengandung plasmid DNA rekombinan dan E. coli yang tidak membawa rekombinan. Terdapat empat macam teknik seleksi yang umum dilakukan, yaitu teknik replica plating, seleksi warna koloni, komplementasi dan analisa hibridisasi. Seleksi warna salah satunya dengan tekik blue-white selection atau seleksi biru putih.
Seleksi biru putih atau blue-white selection adalah salah satu metode untuk mengidentifikasi keberhasilan kloning dan transformasi. Metode ini merupakan salah satu metode seleksi sel hasil kloning dan termasuk metode seleksi berdasarkan warna.
Seleksi biru putih (blue-white selection) merupakan metode untuk memisahkan sel yang mengandung plasmid rekombinan dengan sel yang mengandung plasmid tanpa insert. Seleksi biru putih dilakukan untuk mengetahui keberhasilan proses ligasi atau keberadaan DNA sisipan. Metode ini menggunakan media yang mengandung X-gal dan IPTG (Isopropil Thiogalaktosida) (Brown TA 1995). Transforman yang dihasilkan ada yang berwarna biru dan putih, adanya warna biru karena senyawa X-gal dalam medium . Hasil transformasi terlihat bahwa koloni berwarna putih terbentuk pada cawan dengan penambahan X-gal dan IPTG serta pada kontrol positif tanpa perlakuan. X-gal adalah molekul yang mirip galaktosa, sedangkan IPTG merupakan inducer enzim β-galaktosidase. Hasil ini sesuai dengan literatur yang mengatakan, terbentuknya koloni berwarna putih ini berarti sel bakteri mengandung DNA plasmid rekombinan dan proses ligasi dinyatakan berhasil (Brown 1995). Jika proses ligasi atau penyambungan fragmen DNA tidak berhasil ditandai dengan warna koloni berwarna biru artinya proses transformasi yang dilakukan tidak berhasil hal ini dapat terjadi karena ukuran insert terlalu kecil sehingga tidak mampu membuat gen lacZ terinaktifasi atau posisi sisipan yang tidak tepat, dan insert  yang diklon bersifat meracuni bagi sel bakteri.
Transformasi dikatakan berhasil apabila rangkaian DNA yang diintroduksikan dapat disisipkan ke genom sel inang (bakteri), diekspresikan, dan terpelihara dalam seluruh proses pembelahan sel berikutnya. Seleksi bakteri pembawa DNA rekombinan dapat dilakukan denan dua cara yaitu seleksi resistensi antibiotika dan seleksi warna. Sel yang mengandung plasmid tanpa insert ditumbuhkan pada media LA dan ampisilin tersebut maka gen lac-Z akan terekspresikan dan β-galaktosidase dihasilkan serta menghasilkan koloni biru. Enzim ini akan memecah X-gal dan menghasilkan senyawa berwarna biru, begitu pula sebaliknya, jika sel yang mengandung plasmid rekombinan ditumbuhkan atau berhasil tersisipi maka pada media LA tersebut, maka gen lac-Z tidak akan diekspresikan dan β-galaktosidase tidak akan terbentuk. Koloni akan berwarna putih (Brown 1995).
Salah satu cara untuk menyeleksi klon yang benar adalah dengan menggunakan media tumbuh yang mengandung antibiotik.
Cairan suspensi dalam pekerjaan transformasi (campuran antara bakteri, plasmid, dan DNA asing yang telah di perlukan dalam rangka trasformasi) di sebarkan pada media yang mengandung tetasiklin. Koloni bakteri yang tumbuh adalah koloni sel 1 dan koloni sel 2 (koloni adalah kumpulan sel yang sama yang semula berasal dari satu sel). Sel bakteri yang tidak mengandung plasmid tidak mampu tumbuh. Masing-masing koloni yang tumbuh pada media + tetrasklin kemudian di pindahkan pada media + ampisilin. Koloni yang tidak tumbuh pada media + ampisilin adalah koloni yang di inginkan (sel-sel bakterinya mengandung plasmid rekombinasi).
Enzim β-galactosidase akan memecah Xgal menjadi galaktosa dan 5 bromo4chloroindigo (biru). Oleh karena itu koloni bakteri yang mengandung plasmid pUC118 atau pUC119 akan berwarna biru bila di tumbuhkan pada media yang mengandung Xgal.
Pada lacZ terdapat daerah yang di sebut daerah polikloning. Pada daerah polikloning ini terdapat banyak situs restriksi dan berbagai enzim restriksi. Dalam hal ini, menggunakan berbagai enzim untuk memotong pUC118 atau pUC119 pada bagian lacZ. Dengan demikian dapat menyisipkan DNA asing pada bagian lacZ. Bila gen lacZ di sisipi oleh DNA asing maka gen lacZ tersebut tidak berfungsi (tidak menghasilkan β-galactosidase)
Bila menggunakan pUC118 atau pUC119 sebagai plasmid vector, maka koloni yang membawa plasmid rekombinasi dapat di deteksi dengan menggunakan media tumbuh yang mengandung Xgal (5 bromo 4 chloro indolyl b D galactoside).
Koloni bakteri yang mengandung plasmid pUC118 atau pUC119 akan berwarna biru karena ada gen lacZ yang menghasilkan β-galactosidase. Enzim β-galactosidase memecah Xgal menjadi galaktosa dan 5 bromo 4 cholorindigo yang berwarna biru
Koloni bakteri akan berwarna putih bila pUC118 atau pUC119 telah di sisipi DNA asing pada bagian lacZ. Dalam hal ini gen lacZ tidak berfungsi karena di sisipi DNA asing. Jadi, koloni yang mengandung plasmid rekombinan adalah koloni yang berwarna putih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar