Senin, 26 Mei 2014

Guided-discovery Learning Strategy and Senior School Students Performance in Mathematics

Mathematics is the language without which science, commerce, industry, the internet, and the entire global economic infrastructure are struck dumb. Mathematics is regarded as pillar of almost all the streams in academics given its importance in tertiary education and most careers. It is not only beneficial but also essential. Hence, Mathematics is not only a language and a subject in itself, but it is also critical in fostering logical and rigorous thinking; as such its influence is immense.
Aminu (1990) argued that mathematics is not only the language of sciences, but essential nutrient fo thought, logical reasoning and progress. Mathematics liberates the mind and also gives individuals an assessment of the intellectual abilities by pointing towards direction of improvement. He concluded by saying that mathematics is the basis of all sciences and technology which application cut across all areas of human
knowledge. The essence of Mathematics therefore lies in its beauty and its intellectual challenge. Both scientific breakthrough and technological development are facilitated by the precise language of Mathematics. This implies that there exists a strong link between progress in mathematics and technological advancement. Thus, every man requires a certain amount of competence in basic topics in mathematics for the purposes of handling money, prosecuting daily businesses, interpreting mathematical graphs and charts as well as thinking logically.
(Bandura, 1997). In spite of all these, the subject is still seen as a difficult one and has generated phobia among learners. The differential scholastic achievement of students in Nigeria has been and is still a source of concern and research interest to educators, government and parents. This is so because of the great importance it has on the national development of the country. All over the country, there is a consensus of opinion about the fallen standard of education in Nigeria (Adebule, 2004). Parents and government are in total agreement that their huge investment on education is not yielding the desired dividend. Teachers also complain of students’ low performance at both internal and external examinations. The annual releases of Senior Secondary Certificate Examination results (SSCE) conducted by West African Examinations Council (WAEC) justified the problematic nature and generalization of poor secondary school students’ performance in different school subjects. A wealth of research reported that students blamed their poor performance on three broad areas: teaching problems, negative attitudes of students towards the subject, and examination difficulty. The degree of blame on these areas as reported is given as teaching problems / method, 67%; negative attitude, 42% and examination difficulties, 21%. This agrees with the study of Fajemidagba (1986) who had earlier identified problems of mathematics learning as students' perception of same to be highly theoretical and meaningless to everyday activities. He also observed that teachers adopt poor methods in the teaching of mathematics in schools, and that high percentage of the relatively small number of the available textbooks does not reflect the culture of the Nigerian children. He submitted further that mathematics teachers often say mathematics is useful but failed to show its usefulness. Hence, most students could not see reason for studying mathematics (Fajemidagba, 1999).
Further to this, Aremu and Sokan (2003) submit that the search for the causations of poor academic achievement in mathematics is unending but some of the major factors they put forward are: methods of teaching, self-esteem / self efficacy, study habits, teacher consultation and poor interpersonal relationships. The foregoing seems to make it increasingly a source of concern considering the fact that mathematics plays a vital role in scientific, technological and social progress of any nation and indeed all works of life. The debate on appropriate teaching strategy is inclusive and widely open to further investigation. Consequently, the question emerges again, does learning strategy affects students performance in mathematics? This study investigated the effect of guided-discovery learning strategy on students performance in mathematics. The study also examined the influence of gender and scoring level on students performance in mathematics.

Demokrasi Semangka Dan Kelapa


Adalah sampul luar “the economist” (2004) yang memajang judul Indonesia’s Shining Muslim Democracy (Demokrasi Muslim Bersinar di Indonesia). Setelah dengan apresiasi tinggi mengikuti pilpres 2004 lalu Indonesia dicatat sebagai satu bangsa muslim terbesar di jagat raya sedang bereksperimen tentang demokrasi secara apik, sesuatu yang tidak terlalu diperkirakan sebelumnya.
Terlepas dari berbagai pelanggaran yang ada di setiap daerah, kita juga harus apresiasikan kerja keras rakyat Indonesia untuk menyukseskan pemilihan legislatif (pileg). Jika kita lihat Indonesia dibandingkan dengan Negara Cina yang masih saja takut bahwa demokrasi akan menciptakan keos di negeri raksasa itu, maka Indonesia dapat membuktikan sejak tahun 2004 kepada dunia bahwa suatu contoh hebat sebaliknya tentang proses demokratisasi yang damai 
Minggu-minggu ini gencar diberitakan hampir diseluruh media baik elekronik ataupun media cetak terkait dengan seruan partai islam untuk bersatu baik itu disampaikan para alim para ulama atau para organisasi keislaman lainnya dalam bingkai Indonesia Raya. Bermacam acara di buat untuk memfasilitasi tokoh elit partai islam untuk menyampaikan pendapat agar bisa menyamakan freme untuk Indonesia kedepan. Apakah mungkin? Ya mungkin-mungkin saja, coba kita amati setelah pengumuman resmi hasil pileg dari KPU Pusat.
Menilik sejarah Indonesia merupakan Negara mayoritas muslim yang dengan tegas menolak segala bentuk ekstrimisme. Banyak orang menyimpulkan bahwa demokrasi baik bagi islam yang dirasa pengamatan tersebut tidaklah salah, bukankah kita kenal dulu masyumi telah menjadi martir demi demokrasi berhadapan dengan demokrasi terpimpin yang otoriterian . yang saya rasa tidak ada partai lain yang dapat menyaingi dalam masalah kesetiaan terhadap demokrasi itu sendiri.
Eksistensi elite politik selalu terkait dengan persaingan kepentingan untuk “merebut” dan “mempertahankan” kekuasaan. Dengan nada menyindir, Machiavelli menyebut para elite yang bersaing dalam berebut kekuasaan itu sebagai singa dan rubah. Singa disegani karena kekuatannya tetapi sering tidak waspada bila menghadapi perangkap, sedangkan rubah sanggup menghadapi perangkap tetapi tidak dapat membela diri dari serangan srigala. Begitulah keadaan partai-partai islam pada pemilu kali ini. Sehingganya eksistensi elite partai sangat menentukan akankah ada kesamaan visi yang harus disamakan dengan peluang yang terbuka lebar untuk islam bisa bersatu. Atau hanya sebatas cuap untuk bersatu. Mungkin juga meemihak ke jajaran partai nasionalis yang lebih berpeluang untuk menjadi penguasa. Saya rasa konstelasi itu akan tetap terus berjalan sesuai dengan kepentingan yang akan di dapat. Tak ada salahnya saya melihat partai-partai islam dikaitkan juga dengan filosofi buah-buahan. untuk saat ini saya masih melihat ada semangka dan kelapa. Mungkin nanti bisa saja pisang atau mangga.
Akhirnya kita semua tentu berharap dengan pemilu tahun ini dengan biaya pelaksanaan yang tak sedikit (kurang lebih 40 triliyun) tidak lagi dijadikan panggung sandiwara para politisi yang telah kehilangan kepekaan dan kepedulian atas jeritan rakyat. Saya juga meyakini tidak ada jaminan juga bahawa proses demokrasi yang telah lama kita jalankan kedepannya akan bisa bermanfaat bagi rakyat Indonesia jika korupsi masih terus merajalela dan penegakan hukum serta keadilan yang dikomersilkan. Dibutuhkan pemimpin yang visioner, negarawan dan berkeadilan. sehinganya pemimpin itu menyadai bahwa “rajulun yadrii wa yadrii annahu yadrii” (orang yang tahu dan tahu bahwa iya tahu)

Ahmad Walid
Mahasiswa pascasarjana uns

Ka.div intelejen P.CMB’s

Ketika Pendidikan Menjadi Tolak Ukur Kemajuan Suatu Bangsa

Pendidikan merupakan unsur pokok dalam geliat kemajuan suatu kelompok, kemajuan pendidikan akan berbanding tegak lurus dengan kemajuan kelompok. Kalau saya artikan kelompok itu adalah bangsa indonesia, maka sejauh mana bangsa indonesia memperhatikan tinjauan substansial pendidikan untuk kemajuan suatu bangsa. Kenyataan yang kita rasakan sekarang tentu menuntut sumber daya manusia yang elegan dengan perubahan iklim pendidikan yang ada di indonesia,  maju atau tidaknya pendidikan di indonesia tentu saja akan dibenturkan dengan perubahan zaman yang ada, secara otomatis persaingan yang terjadi lebih dirasakan dalam perkembangan pendidikan suatu bangsa dengan adanya kompeten-kompeten dalam bidangnya. sehingga sumber daya manusia bisa kita sebut sebagai produk dari pendidikan di suatu bangsa
Terlepas dari itu semua, yang dituntut dari out put pendidikan di era ini adalah lulusan-lulusan yang mampu berpikir kritis, memiliki kompetensi dalam pemecahan masalah, kreatif inovatif, kompeten dalam ICT, komunikatif dan menguasai berbagai bahasa / multi lingual seta mempunyai akhlak yang baik. Pendidikan indonesia mulai menemukan arah humanisme. Artinya yang merujuk pada  jalan pikiran yang berbeda dengan memfokuskan pikiran tersebut  ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Sehingga nya pendidikan  telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia. Bukan lagi pada tataran mekanistik yang beranggapan bahwa pendidikan di indonesia adalah serangkaian instrument yang berhasil mengembangkan area sains sehingga mempermudah kehidupan manusia, namun di lain sisi mereduksi kompleksitas dan kekayaan kehidupan manusia itu sendiri tanpa mempertimbangkan suatu hal pokok sangat berpengaruh untuk membiaskan pemikiran manusia itu sendiri.
Oleh karena itu, peran kita sebagai pelaksana (murabbi, muwajjih, mudarrib, muballigh, dan muallim) dituntut agar bisa menghasilkan sumber daya manusia dengan kompetensi tersebut, lembaga pendidikan terutama seorang pelaksana pendidikan  diharapkan untuk ‘mengubah’ cara menyelenggarakan pendidikan dengan cara yang berbeda dengan cara-cara yang selama ini telah dijalankan. Kalau selama ini sering kita dengar dengan upaya pengkastaan dalam dunia pendidikan, itu tidak berlaku lagi dimana sebuah sistem pendidikan menggolongkan berdasarkan kemampuan peserta didik, lantas bagaimana dengan peserta didik yang notabene nya masih lemah dalam merespon serta memiliki motivasi yang kurang, akan lebih bijak jika dikelompokkan dengan peserta didik yang mempunyai kemampuan yang baik sehingga terjadi lompatan logika yang diharapkan akan settel.  Dengan demikian dalam upaya untuk menghasilkan sumber daya manusia tersebut, pada pokoknya bersandar pada perubahan unsur manusianya. Manusia lah unsur inti dari kehidupan.

Pembelajaran dalam dunia pendidikan menuntut peserta didik mampu berkompetisi dengan menunjukkan kompetensinya agar mereka hidup eksis di era global ini. Peserta didik harus lebih banyak belajar dengan cara yang berbeda baik teknik, metoda, sarana prasarana, IT bahkan semangat dan daya juang. Pembelajaran di era global yang diharapkan adalah pembelajaran yang lebih berfokus pada peserta didik ( student center ), peserta didik dikondisikan untuk mampu secara aktif mencari informasi. 
Diperlukan kerja keras bagi kita, karena sejatinya pembangunan suatu bangsa memerlukan adanya perbaikan dan perubahan dalam berbagai sektor : sektor politik, sektor sosial, sektor ekonomi, sektor hukum, dan tentunya di sektor pendidikan. Tentukan arah mana obyek yang akan kita ubah, yakinlah akan perubahan itu karena saya meyakini manusia itu memiliki latar belakang serta kecendrungan.

Ahmad walid
Mahasiswa pascasarjana UNS